Bahaya Deepfake Semakin Mengancam: Tantangan dalam Fintech
Deepfake menjadi salah satu inovasi teknologi terkini yang menjadi ancaman bagi banyak industri, Fintech adalah salah satunya. Artikel ini akan membahas tentang Deepfake dan berbagai bahayanya dalam Fintech.
Sekilas Tentang Deepfake
Deepfake adalah teknologi Artificial Intelligence (AI) yang dikenal melalui pendekatan deep learning atau pembelajaran mendalam. Teknologi ini bekerja dengan menganalisis dan mempelajari data dalam jumlah besar untuk menciptakan rekayasa visual atau audio yang menyerupai peristiwa nyata, namun sebenarnya palsu. Video atau foto hiper-realistis yang dihasilkan mampu menduplikasi ekspresi wajah, perilaku, suara, dan pola bicara seseorang, sehingga tampak sangat autentik dan sulit dibedakan dari aslinya.
Deepfake dalam Peraturan Pemerintahan di Indonesia
Deepfake merupakan teknologi yang ilegal di Indonesia. Hal ini diatur dalam undang-undang, yang menyatakan bahwa penggunaan deepfake tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga dapat menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang terlibat. Pelanggaran terkait teknologi ini dapat dikenai sanksi sesuai peraturan yang berlaku. Berikut adalah peraturan pemerintah yang mengatur sanksi terkait deepfake:
1. UU No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, dijelaskan dengan tegas bahwa siapa saja yang dengan sengaja membuat atau memalsukan data pribadi akan menghadapi ancaman pidana. Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), khususnya pada Pasal 66 jo. Pasal 68, yang dengan jelas melarang tindakan pembuatan data pribadi palsu. Undang-undang ini tidak hanya melindungi hak-hak individu atas data pribadinya, tetapi juga bertujuan mencegah berbagai potensi penyalahgunaan data yang dapat merugikan masyarakat secara luas.
2. UU No. 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU KUHP) yang baru juga mengatur sanksi pidana terkait pencemaran nama baik dan penghinaan. Dalam KUHP yang baru, penggunaan teknologi deepfake yang mengandung unsur penghinaan atau pencemaran nama baik dapat dikenakan ancaman pidana sesuai dengan ketentuan yang diatur pada Pasal 433, 434, 436, jo. Pasal 441.
Jenis Layanan Fintech yang Terancam oleh Deepfake
Menurut data dari Entrust, industri teratas yang paling banyak menjadi target pada tahun 2024 semuanya terkait dengan layanan keuangan, Fintech menjadi target terbesarnya dibandingkan bank tradisional. Berikut jenis layanan Fintech yang sering ditargetkan oleh pelaku Deepfake:
1. Bank Digital
Bank digital adalah institusi keuangan yang seluruh layanannya berbasis online, tanpa kehadiran kantor fisik. Layanan ini dirancang untuk mempermudah pengguna mengakses produk keuangan seperti tabungan, transfer, dan pembayaran dengan cepat dan efisien.
Pada tahun 2020, kasus deepfake mencuat ketika seorang CEO bank digital di Uni Emirat Arab menjadi korban penipuan. Pelaku menggunakan suara sintetis berbasis deepfake untuk meniru suara seorang direktur perusahaan mitra. Mereka meyakinkan staf bank untuk mentransfer dana sebesar USD 35 juta ke rekening palsu. Kasus ini menyoroti kerentanan sistem bank digital terhadap serangan berbasis deepfake.
2. Lending
Lending dalam Fintech adalah layanan pinjaman online yang memungkinkan individu atau bisnis mendapatkan akses ke dana tanpa perlu melewati proses panjang di bank tradisional.
Layanan lending pernah menjadi target serangan di Tiongkok pada 2023, ketika pelaku memanfaatkan deepfake untuk menciptakan video seorang peminjam palsu. Video tersebut memperlihatkan “peminjam” sedang mengajukan pinjaman dengan dokumen yang tampak autentik, tetapi sebenarnya palsu. Akibatnya, penyedia layanan lending kehilangan ratusan ribu dolar karena dana yang telah disalurkan tidak dapat dikembalikan.
3. Cryptocurrency
Cryptocurrency adalah mata uang digital yang menggunakan teknologi blockchain untuk memastikan transaksi aman dan terdesentralisasi. Mata uang ini banyak digunakan untuk investasi, perdagangan, dan pembayaran digital.
Pada tahun 2024, komunitas cryptocurrency dikejutkan dengan penipuan besar-besaran menggunakan deepfake. Penipu membuat video CEO perusahaan blockchain ternama yang mengumumkan program giveaway besar-besaran. Video tersebut, meskipun palsu, terlihat sangat realistis sehingga ribuan investor tergoda untuk mengirimkan aset kripto mereka ke alamat dompet yang diberikan dalam video. Total kerugian akibat serangan ini mencapai USD 5 juta.
Cara Mengindari Bahaya Deepfake
Lindungi bisnis Anda dari ancaman deepfake dengan solusi teknologi yang tepat. Salah satu cara efektif adalah dengan mengadopsi solusi teknologi yang dirancang khusus untuk mendeteksi dan mencegah penggunaan deepfake.
Di Indonesia, Verihubs menjadi pelopor dalam menghadirkan teknologi Deepfake Detection untuk menjawab tantangan yang semakin kompleks di era digital. Teknologi ini dirancang oleh tim ahli dengan menggunakan pendekatan modern dalam pembelajaran mesin (machine learning) dan AI, sehingga mampu mencapai tingkat keberhasilan mendekati 100% dalam mendeteksi konten deepfake dengan buntuk foto atau video.
Keunggulan Verihubs Deepfake Detection tidak hanya terletak pada akurasi tinggi, tetapi juga pada fleksibilitasnya dalam diintegrasikan ke berbagai sektor, termasuk Fintech, perbankan, dan e-commerce. Verihubs dapat membantu bisnis Anda untuk:
- Meminimalkan Risiko Penipuan: Mengidentifikasi upaya manipulasi sebelum kerugian terjadi.
- Meningkatkan Kepercayaan Pelanggan: Memberikan rasa aman kepada pengguna layanan.
- Melindungi Data dan Transaksi: Mencegah akses tidak sah yang dapat mengakibatkan kebocoran data atau kerugian finansial.
Tertarik mengetahui lebih lanjut tentang Verihubs Deepfake Detection dan bagaimana teknologi ini dapat melindungi bisnis Anda? Klik di sini untuk konsultasi gratis!
Source: Investopedia, Forbes, CoinDesk, South China Morning Post