Istilah fraud detection atau deteksi fraud mungkin sudah tidak lagi asing bagi sebagian besar orang. Fraud atau kecurangan adalah tindakan yang dilakukan secara sengaja oleh oknum baik dari luar maupun dari dalam perusahaan untuk berbagai tujuan demi mendapatkan keuntungan dengan cara merugikan pihak lain.
Unsur kecurangan yang ada dalam tindakan fraud adalah jenis perbuatan yang melanggar hukum, di mana hal ini akan memberikan efek buruk bagi perusahaan. Tindakan fraud ini, selain memberikan kerugian secara materi juga bisa memengaruhi citra perusahaan.
Perusahaan dari berbagai sektor industri tidak luput dari tindakan fraud ini, khususnya di sektor perbankan. Fraud di sektor perbankan cukup banyak terjadi dan kecenderungan pelaku fraud berasal dari dalam organisasi yang memiliki akses lebih mudah ke dalam perusahaan.
Fraud dalam Kegiatan Perbankan
Menurut Pasal 1 Angka 2 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 39/POJK.03/2019 Tahun 2019 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud Bagi Bank Umum (POJK 39/2019), fraud diartikan sebagai suatu tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan. Dengan tujuan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di lingkungan bank dan/atau menggunakan sarana bank. Sehingga akan mengakibatkan bank, nasabah, atau pihak lain mengalami kerugian dan/atau pelaku fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Saat ini, peraturan strategi anti fraud yang telah diatur di dalam POJK 39/2019 tersebut hanya berlaku bagi bank umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, di mana dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri. Adapun jenis perbuatan yang tergolong fraud terdiri atas kecurangan, penipuan, penggelapan aset, pembocoran informasi, tindak pidana perbankan, dan tindakan lain.
Untuk menghadapi potensi terjadinya fraud tersebut, maka bank wajib menyusun dan menerapkan strategi anti fraud secara efektif, termasuk mengenai bank account fraud detection. Bank wajib membentuk unit kerja atau fungsi yang bertugas secara khusus untuk menangani penerapan strategi anti fraud dalam organisasi bank.
Lantas, Bagaimana Strategi Anti Fraud untuk Bank Umum?
Penyusunan dan penerapan strategi anti fraud paling sedikit harus memuat empat pilar, yang terdiri atas pencegahan, deteksi, investigasi, pelaporan, dan sanksi, serta pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut.
Kemudian dalam menyusun dan menerapkan strategi anti fraud yang efektif, bank wajib memerhatikan paling sedikit adalah kondisi lingkungan intern dan ekstern, kompleksitas kegiatan usaha, jenis, potensi, dan risiko fraud, serta kecukupan sumber daya yang dibutuhkan.
Lebih lanjut, penjabaran dari empat pilar strategi anti fraud adalah sebagai berikut:
- Pencegahan: memuat langkah untuk mengurangi potensi risiko terjadinya fraud, yang paling sedikit mencakup kesadaran anti fraud, identifikasi kerawanan pada setiap aktivitas yang berpotensi merugikan bank, serta kebijakan mengenal pegawai sebagai upaya pengendalian dari aspek sumber daya manusia.
- Deteksi: memuat langkah untuk mengidentifikasi dan menemukan fraud dalam kegiatan usaha bank, yang paling sedikit mencakup kebijakan dan mekanisme penanganan pengaduan (whistleblowing), pemeriksaan dadakan (surprised audit), serta sistem pengawasan.
- Investigasi, Pelaporan, dan Sanksi: investigasi dilakukan untuk mengumpulkan bukti yang patut diduga sebagai tindakan fraud. Lalu bank menyusun mekanisme pelaporan atas pelaksanaan investigasi terhadap kejadian fraud, baik kepada intern maupun OJK. Selain itu, bank juga perlu menyusun kebijakan pengenaan sanksi bagi pelaku fraud yang paling sedikit memuat jenis sanksi sesuai pelanggaran yang dilakukan, mekanisme pengenaan sanksi, dan juga pihak yang berwenang mengenakan sanksi.
- Pemantauan, Evaluasi, dan Tindak Lanjut: mencakup pemantauan tindak lanjut terhadap fraud dan pemeliharaan data kejadian fraud sebagai alat bantu evaluasi. Berdasarkan hasil evaluasi, maka bank dapat menyusun mekanisme tindak lanjut untuk memperbaiki kelemahan dan memperkuat sistem pengendalian intern untuk mencegah fraud terulang kembali.
Baca juga: 2 Strategi Paling Tepat untuk Mencegah Digital Fraud
Fraud dalam Bisnis Fintech
Fraud memang menjadi sebuah masalah yang dihadapi semua organisasi tanpa memandang ukuran, industri, atau negara. Jika organisasi memiliki properti yang berharga seperti uang tunai, barang, informasi atau layanan, maka penipuan dapat terjadi. Itulah mengapa deteksi fraud dan upaya pencegahannya sangat diperlukan.
Dalam dunia fintech, fraud detection adalah sistem yang dapat melakukan deteksi pada aksi penipuan secara cepat pada transaksi pembayaran online yang dilakukan oleh user. Dikatakan demikian karena adanya fraud biasanya diawali dengan pembajakan akun, kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan pihak pembajak.
Sistem deteksi fraud ini awalnya hanya digunakan dalam transaksi online pada kartu kredit. Namun seiring perkembangan teknologi, pengamanan yang ketat melalui fraud detection juga diperlukan dalam berbagai cara transaksi lain agar user merasa lebih aman dan nyaman saat melakukan transaksi.
Metode deteksi fraud yang digunakan cukup beragam, menyesuaikan dengan kebutuhan. Misalnya pada sistem pengamanan transaksi kartu kredit, basis data yang digunakan sebagai acuan adalah pengecekan e-KTP dan email user atau nasabah.
Lantas, Bagaimana Cara Kerja Fraud Detection pada Bisnis Fintech?
Untuk cara kerja dari sistem deteksi fraud ini, dapat dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu untuk calon user, dan yang kedua adalah untuk user yang telah dimiliki oleh layanan Anda. Keduanya perlu dilakukan untuk menghindarkan terjadinya kerugian pada pihak user dan perusahaan.
- Deteksi Fraud untuk Calon User: Sistem ini biasa digunakan dalam bisnis fintech pada penerapan e-KYC. Sistem yang disediakan akan memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi user fiktif dengan melihat berbagai data yang dimasukan dan mengecek pada database yang sudah ada. Selain itu, sistem ini juga dapat melihat catatan atau riwayat transaksi calon user. Jika ternyata terdapat catatan buruk, maka Anda bisa segera mengenalinya dan melakukan pembatalan registrasi.
- Deteksi Fraud untuk Transaksi User: sistem akan bekerja untuk mengenali indikasi fraud yang dilakukan oleh user dalam setiap transaksinya. Bentuk deteksi yang paling sederhana adalah adanya dua transaksi dari sebuah kartu atau akun pada dua area yang berbeda dalam waktu yang hampir bersamaan. Bentuk lainnya adalah saat akun atau rekening user tiba-tiba mendapatkan jumlah transfer yang besar dari berbagai akun lain dalam waktu yang cenderung singkat. Jika hal ini terdeteksi, maka sistem akan memberikan peringatan.
Baca juga: 2 Sistem Utama Fraud Management, Cermati dan Terapkan!
Pilih Sistem Verifikasi Paling Unggul untuk Mencegah Fraud
Kenapa setiap bisnis dan perusahaan perlu menerapkan sistem verifikasi sebagai upaya pencegahan fraud? Sebab dengan melakukan verifikasi, maka identitas setiap user, pelanggan, nasabah, atau klien dapat dikonfirmasi. Kemudian jika terjadi fraud, maka pelaku dapat segera diidentifikasi dan dideteksi dengan cepat. Selain itu, sistem verifikasi juga dapat membantu perusahaan dalam memberikan pembatasan akses pada informasi-informasi yang sifatnya rahasia dan berharga.
Verihubs menghadirkan berbagai produk verifikasi yang dapat dipilih dan digunakan dalam rangka meningkatkan proteksi pada bisnis atau perusahaan Anda. Memasukkannya dalam sistem deteksi fraud yang Anda miliki menjadi langkah bijak.Berbagai produk yang bisa Anda pilih, di antaranya adalah Phone Number Verification, Identity Verification, Biometric Verification, hingga Business Verification. Segera hubungi kontak layanan pelanggan Verihubs dan segera gunakan produk Verihubs untuk menunjang kegiatan bisnis Anda!