Memahami Riwayat Transaksi dalam Proses e-KYC Pengguna Fintech

riwayat transaksi

Saat ini industri fintech memang tengah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Data OJK menunjukkan bahwa jumlah dana yang telah disalurkan oleh penyelenggara fintech pada bulan Januari 2022 lalu adalah sebesar Rp13.782,49 Milyar. Dengan jumlah penerima pinjaman sebanyak 13.566.999 melalui rekening pemberi pinjaman (akumulasi) sebanyak 830.848 rekening. Dan jumlah rekening penerima pinjaman (akumulasi) sebanyak 75.164.287 rekening. Dari data tersebut maka dapat dilihat bahwa ada kerentanan terhadap tindak pidana pencucian uang dalam sistem pembiayaan. Maka dari itu, industri fintech memiliki kewajiban untuk melakukan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ). Termasuk juga pemantauan riwayat transaksi dan melaporkan adanya transaksi keuangan yang mencurigakan kepada PPATK. 

Prinsip Mengenali Pengguna Jasa telah diatur sebagai salah satu upaya untuk mencegah terjadinya pencucian uang menurut Pasal 18 UU TPPU. Inti dari prinsip ini dalam UU TPPU diimplementasikan meliputi tiga kegiatan, di antaranya adalah Identifikasi Pengguna Jasa, Verifikasi Pengguna Jasa, dan Pemantauan Transaksi Pengguna Jasa. Atau bisa juga dirumuskan sebagai customer identification, record keeping, dan suspicious transaction reporting. Pondasi dasar dari PMPJ yang dilakukan oleh industri fintech di antaranya adalah profiling pengguna jasa. Dengan profiling yang tepat, maka industri fintech dapat menghasilkan data laporan yang baik dan menjalankan bisnis dengan tenang. Selain itu, industri fintech juga akan terhindar dari risiko pencucian uang yang dilakukan oleh pengguna atau nasabah.

Lebih lanjut, mari kita bahas mengenai perkembangan fintech di Indonesia dan pentingnya melakukan pencatatan dan pemantauan riwayat transaksi pengguna jasa fintech

Perkembangan Fintech di Indonesia

riwayat transaksi
Sumber: Freepik

Saat ini, aplikasi sistem keuangan digital atau yang lebih sering disebut financial technology alias fintech memang tengah berlomba-lomba menawarkan kemudahan dan kelengkapan fitur untuk memenuhi kebutuhan keuangan milenial di era yang serba digital. Bahkan, fintech diprediksi sebagai pesaing bank. Dan menjadi masa depan keuangan yang akan mengisi hari-hari para millennials di tengah banyaknya masyarakat yang semakin melek teknologi. Perkembangan fintech yang cukup pesat memang tidak bisa dihindari. Sehingga perbankan dituntut untuk selalu berinovasi dari segi layanan digital supaya tidak tergerus oleh perkembangan fintech.

Jika diperhatikan, generasi millennials saat ini sudah tidak lagi melakukan transaksi keuangan dengan cara lama. Hal ini disebabkan karena kelengkapan fasilitas yang ditawarkan oleh produk fintech, akan mempermudah mereka sebagai pengguna untuk menyelesaikan transaksi keuangan yang belum tentu bisa didapatkan pada transaksi melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Menu ATM dianggap sudah sulit untuk dikembangkan lagi, sedangkan platform digital bisa dihubungkan dengan berbagai hal. Misalnya dengan akun tabungan yang ada layanan digitalnya bisa digunakan untuk investasi, asuransi, dan lain sebagainya yang dulu tidak mungkin bisa dilayani melalui ATM maupun kantor cabang. Faktanya bisa dilihat dari Data Bank Indonesia 2015, di mana sistem pembayaran retail masih didominasi oleh perbankan. Kemudian, pada akhir tahun 2019, sistem pembayaran mulai didominasi oleh produk fintech. Dengan urutan pertama yaitu OVO sebesar 20%, Gopay sebesar 19%, dan Dana sebesar 10%.

Apalagi, di tengah kondisi Pandemi Covid-19 di mana ada berbagai pembatasan sosial, hal tersebut secara tidak langsung juga mengedukasi masyarakat untuk familiar menggunakan fintech sebagai sarana transaksi digital. Sebagai contoh, isu yang sedang marak dibicarakan akhir-akhir ini adalah mengenai pengenaan fee terhadap transaksi lintas ATM menggunakan ATM Bersama. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Dosen FEB UGM yang menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Keuangan, Aset, dan Sumber Daya Manusia FEB UGM, Kusdhianto Setiawan, Sivilekonom., Ph.D.

Pencatatan dan Pemantauan Riwayat Transaksi Pengguna Jasa Fintech

riwayat transaksi
Sumber: Freepik

Dalam melaksanakan  PMPJ, industri fintech perlu melakukan Electronic Know Your Customer (e-KYC), verifikasi data, hingga pencatatan serta pemantauan riwayat transaksi pengguna. Proses e-KYC dan identitas digital dapat memastikan adanya transaksi keuangan tanpa perlu melakukan tatap muka. Bahkan, penerapan e-KYC atau prinsip mengenal nasabah secara elektronik ini ternyata juga sangat berdampak pada pemangkasan biaya operasional sektor keuangan, baik fintech maupun perbankan. Dengan penerapan e-KYC, maka ongkos dari sistem verifikasi data pengguna dapat di tekan. Sehingga memberikan penghematan bagi penyedia jasa, atau secara umum bagi industri keuangan.

Menariknya lagi, layanan e-KYC yang berbasis data KTP elektronik akan mempermudah proses onboarding pelanggan oleh berbagai penyedia jasa. Baik dari sektor perbankan, kesehatan, asuransi, hingga fintech. Hal ini tentunya akan sangat bermanfaat untuk mengoptimalkan pengalaman pelanggan dan meminimalisir risiko penipuan. Jika tertarik untuk menerapkan teknologi ini pada bisnis Anda, Verihubs akan membantu!

Verihubs hadir sebagai perusahaan yang mampu memberikan perlindungan terhadap kebutuhan masyarakat akan transaksi digital yang aman dan nyaman. Verihubs adalah perusahaan yang bergerak dibidang verifikasi berbasis teknologi yang menyediakan solusi digital untuk bisnis Anda mulai dari sistem Electronic Know Your Customer seperti verifikasi nomor telepon, verifikasi identitas, verifikasi biometrik, hingga verifikasi perusahaan, dan verifikasi karyawan. Hubungi kontak layanan kami untuk informasi dan diskusi lebih lanjut!

Artikel Terbaru Kami

ikd digital

Apa Itu IKD Digital? Verifikasi Identitas dengan Mudah!

pemasaran digital

Pemasaran Digital (Digital Marketing): Strategi dan Jenisnya

absensi digital sekolah

Studi Kasus: 4 Peranan Absensi Digital Sekolah dan Contohnya